Makam Jari Kapitan Jongker dan Belo (Tiang Pengikat Perahu Kapitan Jongker)

Kapitan Jongker atau biasa dikenal dengan sebutan Tete Jongker adalah kisah heroikKapitan Jongker dimasa akhir hidupnya yang menggerakkan perlawanan rakyat Jakarta Utara, rakyat Tanjung Priok, dan rakyat Marunda terhadap Belanda. Situs makam Kapitan Jongker pun dibangun pada tahun 1970 yang saat ini pengelolaannya berada dibawah Suku Dinas Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta, karena merupakan bagian sejarah yang tidak lepas dari perkembangan Batavia. Kapitan Jongker yang oleh sebagian orang adalah legenda heroik yang tak terkalahkan dan dipercaya tak terbunuh melainkan hilang menjadi jelmaan burung. Hingga kini wajah sang Kapitan penguasa daerah Pejongkeran itu bahkan menjadi misteri dan tidak terekspos. Sang Kapitan yang dipercaya pada masanya adalah sebagai penguasa Pejongkeran yang nyaris terlupakan, dikenal hingga ke Belanda sebagai Jawara yang berasal dari Pulau Manipa dan hingga kini masih ditemukan 2 jejak beliau yakni Air Kapitan Jongker dan Mata air yang dikenal dengan sebutan Air Yongkor. Air Yongkor atau Air Kapitan Jongker di kompleks Marselana, Desa Tumalehu Barat tak pernah kering walaupun Pulau Manipa mengalami kemarau panjang. Makam yang dikenal warga kepulauan Manipa dengan kompleks atau Bukit Angka Muka adalah makam yang dikenal dengan makam jari Kapitan Jongker. Karena kesaktiannya saat meninggal di Jakarta, tanda yang didapat di Manipa adalah jari yang dipercaya secara turun-temurun adalah makam jari milik Kapitan Jongker yang dimakamkan.

Kapitan Jongker commonly known as Tete Jongker is the heroic story of Kapitan Jongker at the end of his life who inspired the resistance of the people of North Jakarta, the people of Tanjung Priok, and the people of Marunda against the Dutch. The Kapitan Jongker Tomb Site was built in 1970 and is currently managed under the Jakarta Administration City Culture Department because it is a part of history that cannot be separated from the development of Batavia. Kapitan Jongker, which according to some people is an unsolved heroic legend and is believed not to interfere, but to disappear into the incarnation of a bird. Until now, the face of the Kapitan who is the ruler of the Pejongkeran area is even a mystery and has not been exposed. The Kapitan, who was believed in his time to be the almost forgotten ruler of Pejongkeran, was known to the Netherlands as the Champion who came from Manipa Island, and to this day two traces of him have still been found, namely Kapitan Jongker Water and the spring known as Yongkor Water. Yongkor Water or Kapitan Jongker Water in the Marselana complex, West Tumalehu Village never dries up even though Manipa Island experiences a long dry season. The tomb known to the residents of the Manipa Islands as the complex or Bukit Angka Muka is the tomb known as the Kapitan Jongker finger tomb. Because of his supernatural powers when he died in Jakarta, the sign obtained in Manipa was a finger that was believed by generations to be the tomb of the buried finger of Kapitan Jongker.